Tuesday, 6 September 2011

Extending the capability through incremental innovation: TNT case

When we think about innovation, most often we are trapped with the paradigm where new products are associated with new technology. The product to be commercialized on the market must have new features that attract customers. As a precondition for these features, new technology must be embedded, hence investments for R&D need to be allocated.

Along with such investments, the acquisition of new knowledge to build the capacity to deploy an innovative idea needs to be orchestrated. Consequently, the capital expenditure is spent not only for the hard but also soft side of R&D investments.

But to extend an innovation, a company does not need to initiate radical things. Combining the existing competency with what is needed from the customer side may sometimes bring a unique value proposition for a company.

Consider this case. TNT is often associated with a delivery of goods, most often documents and other sample merchandises. Ordinary packages including fragile ones are inclusive. However, during the SEA Games in Bangkok, samples of blood from athletes need to be tested in China. These samples must be packed in certain temperature to keep the sample valid for testing. Thus, TNT launched its 'Medpak Thermo' service where samples are kept cold by packing them in dry ice.

Medpak Thermo service may be new for TNT. The company needs to source the packing box filled with dry ice, maintain the temperature inside the box, learn new packaging methods for blood samples and ensure the delivered sample meets the criteria for blood testing.

New processes were learnt, but definitely these ones were not new since packing blood samples for laboratory testing has been practiced for decades. The learning curve takes some time, but once TNT gains capabilities to deliver such thing, the company can maintain its business sustainability with this new service.

Thursday, 28 July 2011

Alfamart, Indomaret, dan toko Kembar

Di dekat rumah saya, terdapat sebuah toko kelontong bernama Kembar. Entah mengapa toko tersebut bernama demikian. Mungkin saja pemiliknya kembar siam. Atau bisa jadi anak dari pemilik tersebut kembar. Yang pasti dimula kami tinggal di kompleks tersebut, toko Kembar merupakan satu satunya toko kelontong di sekitar hunian kompleks.

Boleh dibilang kompleks yang terdiri dari tiga blok utama, blok D, E dan I merupakan daerah kekuasaan toko Kembar ini. Di daerah saya, blok E, setidaknya ada dua ratus rumah. Di blok D, terdapat lebih banyak lagi rumah karena ukuran rumah disini rata rata sekitar setengah sampai tiga perempat dari blok E dengan luas area dua kali Blok E. Sementara blok I merupakan daerah dengan luas area yang paling kecil, namun dengan rumah rata rata satu setengah sampai dua kali ukuran rumah di blok E.

Sudah tigapuluh tahun kami tinggal di kompleks blok E dan setidaknya sekitar duapuluh lima tahun toko Kembar memantapkan posisinya sebagai pemonopoli di daerah ini. Adapun posisi dari toko Kembar berada di jalan utama yang membelah blok E dan blok D. Blok I sendiri, sebenarnya sejajar dengan blok E, letaknya cukup jauh dari Kembar jika dibandingkan dengan kedua blok tersebut.

Satu satunya pesaing toko Kembar dimasa lampau adalah mini market Jameson yang berada di blok D. Namun toko ini tidak selengkap toko Kembar. Hanya berjalan lima tahun dan kemudian tutup. Sementara di daerah blok A, kurang lebih dua hingga tiga ratus meter dari blok D, praktis hanya Hero (sekarang menjadi Giant) yang masih beroperasi.

Melakukan transaksi di toko Kembar, layaknya toko kelontong, merupakan suatu keasyikan tersendiri. Dengan susunan barang yang boleh dikata acak-acakan, pembeli seringkali menyisir satu persatu rak untuk mendapatkan barang yang dicari. Pengelolaan susunan barang, boleh dikata belum baik. Memasuki toko, anda akan disambut oleh sebuah tempat berjalan yang membelahi dua bagian. Di sebelah kiri terdapat fotokopi dan beberapa peralatan kantor. Sementara disebelah kanan terdapat makanan dan minuman ringan.

Tidak jauh dari situ, terdapat kasir yang ditunggui oleh si Kokoh dan istrinya, sang pemilik toko. Meskipun nama aslinya tentu bukan Kokoh, namun seperti tipe warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang berdagang, julukan Kokoh selalu melekat di para pelanggan. Adapun si Kokoh, bisa menjadi sumber informasi letak barang sekecil apapun. Dengan gayanya yang unik, sesekali Kokoh berteriak kepada para penjaga toko untuk melayani pembeli. Si Kokoh pula yang menjadi kasir dan menyambut para pelanggan. Terkadang pada saat membayar, si Kokoh sering bersenda gurau dengan pembeli, membuat suasana menjadi cair dan akrab. Yang paling unik, dengan banyaknya barang di toko tersebut, tanpa bar code scanner, si Kokoh hafal semua harga barang. Entah ini dibuat atau memang hafal, hanya si Kokoh dan Tuhan yang tahu.

Kebutuhan mulai dari makanan ringan, sabun, sampo, beberapa barang kamar mandi seperti gayung, bahkan alat alat kantor dijual disini. Demikian juga tabung gas serta air mineral galon. Dibagian belakang terdapat beberapa alat kantor yang tidak terdapat di bagian depan. Yang menarik, untuk pembelian gas, pembeli dapat meminta pelayanan antara selama daerah yang dituju masih di kisaran ketiga blok tersebut.

Sejak lima tahun terakhir, dengan adanya Indomaret dan kemudian disusul Alfamart, serta dengan beroperasinya jaringan ritel Carrefour, pangsa pasar dari Kembar mulai menurun. Benar bahwa dengan adanya tambahan pelayanan cuci baju, Kembar masih bisa bertahan. Namun untuk jenis makanan ringan serta kebutuhan kelontong lain yang menjadi andalan toko ini, daya beli masyarakat sekitar mulai menurun. Membeli di toko semacam Alfamart dan Indomaret sangat praktis, disamping pengelolaan barang yang mudah, sehingga pembeli yang kurang cerdas sekalipun dapat dengan cepat menemukan barang yang dicari. Lagipula di kedua toko tersebut dipasang pendingin udara, sehingga membuat nyaman para pelanggan.

Ada satu kelebihan yang mungkin tidak didapat di toko Kembar. Kecepatan dalam transaksi. Pemakaian bar code scanner mempercepat proses transaksi, dibandingkan dengan daya hafal si Kokoh beserta mesin kasir jaman dulu yang masih digunakan. Kebanyakan pembeli di jaringan toko tersebut bukan hanya membeli satu atau dua barang kebutuhan. Terkadang bisa sampai sepuluh jenis dengan barang yang bervariasi. Penggunaan bar code scanner dalam hal ini tentunya sangat membantu.

Selain itu, diterimanya penggunaan debit card, semakin membuat pelanggan beralih dari toko Kembar ke Alfamart atau Indomaret. Dengan mudah pembeli di sekitar kompleks melakukan transaksi tanpa perlu harus mengeluarkan uang dari dompet, menghitung lembaran yang harus diserahkan, juga untuk kembalian dari kasir.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah terdapatnya hiburan di jaringan toko tersebut. Setidaknya kedua tipe toko tersebut selalu menyalakan musik, apakah itu radio atau CD. Terkadang, televisi yang terpasang di Alfamart dinyalakan pada sore hingga malam hari sehingga pengantri di kasir dapat menonton sambil menunggu giliran barang mereka untuk dihitung.

Hanya baru satu bulan terakhir ini, Juli 2011, toko Kembar tutup. Seiring dengan waktu, si Kokoh beserta istrinya nampaknya sudah mulai memperhitungkan pembeli yang makin menurun. Kecuali untuk tabung gas, praktis barang dagangan si Kokoh juga dijual di Alfamart dan Indomaret. Adapun untuk jasa cuci baju, terdapat laundry star wash yang menyediakan pelayanan cuci basah dan kering untuk berbagai jenis pakaian dan bahan. Praktis tidak terdapat lagi nilai keuntungan yang didapatkan pembeli di toko Kembar.

Inovasi bisa dimulai dengan hal yang sepele. Bar code scanner membuat kecepatan transaksi meningkat. Penggunaan pendingin udara di Alfamart dan Indomaret membuat pelanggan lebih nyaman. Susunan rak yang rapih dan terkelola membuat pelanggan mudah untuk mencari barang. Adanya hiburan membuat pelanggan betah untuk berlama lama di toko, sehingga menimbulkan keinginan untuk membeli barang lain yang bisa jadi tidak terlalu dibutuhkan.

Di satu sisi, tutupnya toko Kembar merupakan kekalahan era keemasan toko kelontong. Era dimana pembeli dan penjual bisa berinteraksi, bersenda gurau dan tertawa. Di lain sisi, tutupnya toko Kembar merupakan sebuah refleksi bagi para pedagang untuk terus melakukan perubahan. Dalam bentuk sekecil apapun, perubahan tersebut dapat dideteksi oleh pelanggan. Pada akhirnya, pelanggan sendiri yang akan memilih kemana tempat yang paling sesuai untuk melakukan transaksi.